Jumat, 13 November 2015

PSIKOLOGI BELAJAR MENURUT E.R GUTHRIE



sumber: en.wikipedia.org
E.R Guthrie (186-1959) yang mengembangkan teori belajar S-R di Universitas Washington. Menurut Guthrie, bahwa prinsip kontiguitas adalah kombinasi stimuli yang telah menghasilkan respon diteruskan sehingga stimulus yang dikontigukan tetap menghasilkan respon tadi. Guthrie menolak hukum ulangan yang dianut Watson.
Di dalam teori belajarnya, Guthrie berpendapat, bahwa organisme otot-otot dan pengeluaran getah kelenjar-kelenjar. Respon semacam itu disebut gerakan-gerakan. Guthrie mengatakan, suatu tindakan terdiri atas serentetan gerakan-gerakan yang diasosiasikan bersama dengan hukum kontiguitas. Guthrie menolak teori Thorndike yang mengatakan bahwa dasar respon adalah tindakan-tindakan dan bukan gerakan-gerakan.

Dalam proses-belajar, yang diasosiasikan adalah suatu stimulus dengan respon R, tepatnya adalah stimulus yang mengenai organ tubuh dan syarafnya (sebagai sensasi) dan kemudian menimbulkan respon tersebut. Eksperimen yang diadakan oleh Guthrie di Horton (1946) dengan kucing dalam sangkar.
Guthrie mengajukan prinsip-prinsip belajar, yakni :
  1. yang terpenting adalah prinsip persyaratan (conditioning).
  2. prinsip pengendalian persyaratan yakni respon akan dikendalikan jika respon lain timbul dengan adanya S-R asli.
  3. adanya persyaratan yang ditunda.
  4. the law of association
  5. Pengembangan (perbaikan) performance atau tindakan merupakan hasil praktek. Proses conditioning akan terjadi setelah percobaan pertama. Penguatan hubungan S-R adalah hasil dari ulangan (praktek) dan bukan karena peningkatan Stimulus.
Memang teori belajar Guthrie dipandang lebih sederhana sebab ditekankan kepada adanya stimulus dan respon yang nampak dan belum atau tidak memperhitungkan kegagalan dan hadiah (reinforcement). Dengan begitu teori tersebut tidak mendorong untuk mengadakan penelitian-penelitian menurut model Guthrie. Selain itu Guthrie tidak mengembangkan motivasi belajar, sebab stimulus sendiri sudah berarti motif.
Ia menilai ahli teori seperti Pavlov, Watson, Thorndike adalah sangat subjektif, dan ia menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan dengan satu prinsip, yaitu salah satu prinsip mengenai asosiasi yang dikemukakan oleh Aristoteles. Itulah sebabnya mengapa Guthrie dimasukkan dalam aliran aosiasi.

Satu Hukum Belajar
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang
Menurut teori kontiguitas, bahwa lupa dapat terjadi karena kegiatan hubungan S-R dipakai hal lainnya. Jadi lupa timbul karena ada interferensi atau gangguan pembentukan hubungan S-R dalam syaraf. Guthrie juga menganjurkan terjadinya transfer pengetahuan dari satu hal ke hal lain dengan latihan pada bidang khusus atau praktek pada bidang yang lebih luas.
E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie berpendapat, bahwa hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan murid belajar ataukah tidak ? Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah : tingkah laku jelek dapat diubah menjadi baik. Teori Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain. Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama. Inilah yang disebut dengan asosiasi. Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan berbagai stimulus (dapat internal dan dapat eksternal) dan respon.
Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah. Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
  1. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
  2. Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia disuruh merokok terus sampai bosan; dan setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
  3. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan ia betah belajar.
Secara umum sebagian besar teori mengenai belajar dapat dikemukakan bahwa sebagai suatu upaya untuk menentukan hukum-hukum bagaimana antara stimulus dan respon itu berasosiasi. Guthrie mengatakan teori-teori atau hukum-hukum yang dikemukakan misalnya oleh Pavlov ataupun Thorndike sangat kompleks yang sebenarnya itu tidak perlu, dan karenanya Guthrie hanya mengemukakan satu hukum saja mengenai belajar, yaitu kontiguitas (keterdekatan), sebagai salah satu hukum yang dikemukakan oleh Aristoteles yang dinyatakan bahwa “kombinasi dari stimulus yang disertai suatu gerakan (movement), bila stimulus itu timbul lagi, maka hal itu akan diikuti oleh gerakan atau movement tersebut” . Suatu catatan bahwa di sini tidak ada confirmatory waves atau reinforcement, atau pleasant effects.
Tidak ada suatu hal yang baru mengenai kontiguitas ini yang semula dilakukan oleh Aristoteles. Guthrie menggunakan kontiguitas ini sangat cornerstone dari teorinya yang unik ini. Agar dua kejadian dapat dihubungkan sehingga dapat membentuk asosiasi dalam otak, maka kedua kejadian itu harus terjadi pada dan tempat yang kira-kira sama. Ini berarti bahwa kedua kejadian itu harus berdekatan atau merupakan pasangan. Karena itu kedekatan merupakan suatu dasar terbentuknya suatu asosiasi.
Mengenai kontiguitas ini Guthrie selanjutnya menyatakan bahwa “ kalau individu pada suatu situasi berbuat sesuatu (to do something), pada waktu lain kalau individu dalam situasi lain seperti itu, individu akan cenderung untuk berbuat seperti perbuatan tersebut (to do the something).
Dalam publikasinya yang terakhir sebelum ia meninggal (1959) Guthrie mengadakan revisi mengenai hukum kontiguitasnya, yaitu “ what is being noticed agnal for what is being done, apa yang dikemukakan atau bicarakan merupakan pertanda apa yang akan dikerjakan. Ganisme mengadakan respon secara selektif hanya kepada bagian kecil yang dihadapkan kepadanya, dan bagian ini yang berasosiasi yang kemudian menjadi rtesponnya. Ini sebabkan karena oragnisme itu tidk dapat atau tidak mampu menghadapi semua stimuli tersebut.
Apa yang dikemukakan oleh Guthrie kiranya sama dengan apa yang dikemukakan oleh Thorndike mengenai potency of elements atau partial of activity yang menyatakan bahwa organissme merespon secara selektif terhadap aspek yang berbeda-beda yang ada dalam lingkungannya.

One-Trial Learning
Hukum asosiasi yang lain dari Aristoteles adalah hukum frekuensi (the low of frekuensi), yang menyatakan bahwa kekuatan asosiai itu tergantung pada frekuensi terjadinya hal atau peristiwa. Ini berarti makin tinggi frekuensi terjkadinya sesuatu hal atau peristiwa, asosiasinya akan semakin kuat.
Kalau hukum frekuensi ini dimodifikasi, yaitu respon yang mengarah kepada keadaan yang memuaskan, Thorndike akan menerima hukuman ini. Apabila respon membawa hasil, maka akan adanya kecenderungan respon tersebut. Makin tinggi (greater) pasangan antara CS dan UCS, akan semakin kuat terjadinya respon berkondisi yang ditimbulkan oleh CS.
Guthrie tidak sependapat dengan hukum frekuensi ini. Ia mengemukakn bahwa “ pola stimulus akan memperoleh asosiasi yang penuh kekuatan (full strength) pada kejadian pertama terjadinya respon dari pasangan”. Jadi menurut Guthrie belajar itu adalah merupakan hasil dari kontiguitas antara stimulus dan respon, dan belajar merupakan hal yang telah sempurna (the association is at full strength) setelah adanya satu pasangan antara stimulus dan respon.

Movement-Product Stimuli
Walaupun Guthrie menerangkan kembali akan pendapatnya mengenai hukum kontiguitas, namun ia akan merasa akan memberikan salah tafsir atau salah interpretasi atau pikiran yang keliru bahwa the learned association akan terpisah antara stimulus dari lingkungan dan overt behavior. Misal kejadian di sekitar dan respon yang ditimbulkan olehnya, kadang dipisahkan oleh waktu atau interval yang cukup lama. Karena itu akan sulit dipikirkan bahwa keduanya sebagai keadaan yang kontiguitas atau berdekatan.
Pendapat Guthrie bahwa respon dapat menumbulkan stimuli untuk respon berikutnya, sangat populer pada waktu ini dikalangan para ahli psikologi belajar, dan dikenal dalam hal mata rantai (chaining). Kalau pada Skinner mata rantai menekankan pada external stimuli yang mempunyai secondary reinforcing, maka pada Guthrie menekankan pada internal stimuli, sedangkan pada Hull merupakan kombinasi dari Skinner dan Guthrie, yaitu kombinasi dari external dan internal (chaining).

Latihan Meningkatkan Performance
Berkaitan dengan maslah ini Guthrie membedakan antara Acts dan Movements merupakan simple muscles construction atau merupakn sekedar gerakan otot-otot. Acts terbentuk dari beberapa movements. Acts biasanya dikaitkan denga apa yang mereka lakukan atau selesaikan, perubahan apa yang mereka lakukan terhadap lingkungan. Guthrie menjelaskan tentang Acts misalnya mengetik surat, makan makanan, melempar bola, membaca buku, menjual kendaraan.
Tetapi pada belajar suatu act membutuhkan practice. Mengapa demikian? Karena acts merupakan hasil akhir yang diperoleh dari berbagai keadaan dan oleh movements-movements tersebut. Acts membutuhkan latihan, karena acts membutuhan proper movements diasosiasikan dengan stimulusnya sendiri. Sampai act yang sederhana sekalipun, missal menangkap tikus, ini membutuhkan bermacam-macam movements menurut keadaan jarak, arah serta posisi dari objek misalnya.
Guthrie dan Horton bila dalam puzzle box situasinya bervariasi secara tidak tertentu, maka perlu bagi kucing untuk membentuk banyak gerakan (repertoire) dari movement untuk keluar yang khususnya yang cocok dengan perbedaan yang spesifik dalam situasi tertentu. Dengan kata lain, maka kucing itu perlu membentuk skill (keterampilan) dari pada habit yhang stereotip. Tetapi skill itu dibentuk dari banyak habit yang khusus. Reduksi waktu yang dikemukakan oleh Thorndike merupakan suatu konsekuensi dari situasi yang bervariasi yang dihadapkan kepada kucing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar