sumber: en.wikipedia.org |
Di dalam
teori belajarnya, Guthrie berpendapat, bahwa organisme otot-otot dan
pengeluaran getah kelenjar-kelenjar. Respon semacam itu disebut
gerakan-gerakan. Guthrie mengatakan, suatu tindakan terdiri atas
serentetan gerakan-gerakan yang diasosiasikan bersama dengan hukum
kontiguitas. Guthrie menolak teori Thorndike yang mengatakan bahwa
dasar respon adalah tindakan-tindakan dan bukan gerakan-gerakan.
Dalam proses-belajar, yang diasosiasikan adalah suatu stimulus dengan
respon R, tepatnya adalah stimulus yang mengenai organ tubuh dan
syarafnya (sebagai sensasi) dan kemudian menimbulkan respon tersebut.
Eksperimen yang diadakan oleh Guthrie di Horton (1946) dengan kucing
dalam sangkar.
Guthrie mengajukan prinsip-prinsip belajar, yakni :
-
yang terpenting adalah prinsip persyaratan (conditioning).
-
prinsip pengendalian persyaratan yakni respon akan dikendalikan jika respon lain timbul dengan adanya S-R asli.
-
adanya persyaratan yang ditunda.
-
the law of association
-
Pengembangan (perbaikan) performance atau tindakan merupakan hasil praktek. Proses conditioning akan terjadi setelah percobaan pertama. Penguatan hubungan S-R adalah hasil dari ulangan (praktek) dan bukan karena peningkatan Stimulus.
Memang teori belajar Guthrie dipandang lebih sederhana sebab
ditekankan kepada adanya stimulus dan respon yang nampak dan belum
atau tidak memperhitungkan kegagalan dan hadiah (reinforcement).
Dengan begitu teori tersebut tidak mendorong untuk mengadakan
penelitian-penelitian menurut model Guthrie. Selain itu Guthrie tidak
mengembangkan motivasi belajar, sebab stimulus sendiri sudah berarti
motif.
Ia
menilai ahli teori seperti Pavlov, Watson, Thorndike adalah sangat
subjektif, dan ia menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan
dengan satu prinsip, yaitu salah satu prinsip mengenai asosiasi yang
dikemukakan oleh Aristoteles. Itulah sebabnya mengapa Guthrie
dimasukkan dalam aliran aosiasi.
Satu
Hukum Belajar
Azas
belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler,
1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan
tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya
melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta
didik perlu sesering mungkin
diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat
dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan
pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang
Menurut teori kontiguitas, bahwa lupa dapat terjadi karena kegiatan
hubungan S-R dipakai hal lainnya. Jadi lupa timbul karena ada
interferensi atau gangguan pembentukan hubungan S-R dalam syaraf.
Guthrie juga menganjurkan terjadinya transfer pengetahuan dari satu
hal ke hal lain dengan latihan pada bidang khusus atau praktek pada
bidang yang lebih luas.
E.R.
Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan
prinsip belajar yang disebut “the law of association” yang
berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu
gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi
stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan
sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama
anda akan mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar
memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie
berpendapat, bahwa hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk.
Efektif tidaknya hukuman tergantung pada apakah hukuman itu
menyebabkan murid belajar ataukah tidak ? Teori belajar kondisioning
ini kemudian dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat
bahwa tingkah laku manusia dapat diubah : tingkah laku jelek dapat
diubah menjadi baik. Teori Gutrie berdasarkan atas model penggantian
stimulus saut ke stimulus yang lain. Responsi atas suatu situasi
cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama.
Inilah yang disebut dengan asosiasi. Menurut Gutrie, setiap situasi
belajar merupakan gabungan berbagai stimulus (dapat internal dan
dapat eksternal) dan respon.
Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan
banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.
Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
-
Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
-
Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia disuruh merokok terus sampai bosan; dan setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
-
Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan ia betah belajar.
Secara
umum sebagian besar teori mengenai belajar dapat dikemukakan bahwa
sebagai suatu upaya untuk menentukan hukum-hukum bagaimana antara
stimulus dan respon itu berasosiasi. Guthrie mengatakan teori-teori
atau hukum-hukum yang dikemukakan misalnya oleh Pavlov ataupun
Thorndike sangat kompleks yang sebenarnya itu tidak perlu, dan
karenanya Guthrie hanya mengemukakan satu hukum saja mengenai
belajar, yaitu kontiguitas (keterdekatan), sebagai salah satu hukum
yang dikemukakan oleh Aristoteles yang dinyatakan bahwa “kombinasi
dari stimulus yang disertai suatu gerakan (movement), bila stimulus
itu timbul lagi, maka hal itu akan diikuti oleh gerakan atau movement
tersebut” . Suatu catatan bahwa di sini tidak ada confirmatory
waves atau reinforcement, atau pleasant effects.
Tidak
ada suatu hal yang baru mengenai kontiguitas ini yang semula
dilakukan oleh Aristoteles. Guthrie menggunakan kontiguitas ini
sangat cornerstone dari teorinya yang unik ini. Agar dua kejadian
dapat dihubungkan sehingga dapat membentuk asosiasi dalam otak, maka
kedua kejadian itu harus terjadi pada dan tempat yang kira-kira sama.
Ini berarti bahwa kedua kejadian itu harus berdekatan atau merupakan
pasangan. Karena itu kedekatan merupakan suatu dasar terbentuknya
suatu asosiasi.
Mengenai
kontiguitas ini Guthrie selanjutnya menyatakan bahwa “ kalau
individu pada suatu situasi berbuat sesuatu (to do something), pada
waktu lain kalau individu dalam situasi lain seperti itu, individu
akan cenderung untuk berbuat seperti perbuatan tersebut (to do the
something).
Dalam
publikasinya yang terakhir sebelum ia meninggal (1959) Guthrie
mengadakan revisi mengenai hukum kontiguitasnya, yaitu “ what is
being noticed agnal for what is being done, apa yang dikemukakan atau
bicarakan merupakan pertanda apa yang akan dikerjakan. Ganisme
mengadakan respon secara selektif hanya kepada bagian kecil yang
dihadapkan kepadanya, dan bagian ini yang berasosiasi yang kemudian
menjadi rtesponnya. Ini sebabkan karena oragnisme itu tidk dapat atau
tidak mampu menghadapi semua stimuli tersebut.
Apa
yang dikemukakan oleh Guthrie kiranya sama dengan apa yang
dikemukakan oleh Thorndike mengenai potency of elements atau partial
of activity yang menyatakan bahwa organissme merespon secara selektif
terhadap aspek yang berbeda-beda yang ada dalam lingkungannya.
One-Trial
Learning
Hukum
asosiasi yang lain dari Aristoteles adalah hukum frekuensi (the low
of frekuensi), yang menyatakan bahwa kekuatan asosiai itu tergantung
pada frekuensi terjadinya hal atau peristiwa. Ini berarti makin
tinggi frekuensi terjkadinya sesuatu hal atau peristiwa, asosiasinya
akan semakin kuat.
Kalau
hukum frekuensi ini dimodifikasi, yaitu respon yang mengarah kepada
keadaan yang memuaskan, Thorndike akan menerima hukuman ini. Apabila
respon membawa hasil, maka akan adanya kecenderungan respon tersebut.
Makin tinggi (greater) pasangan antara CS dan UCS, akan semakin kuat
terjadinya respon berkondisi yang ditimbulkan oleh CS.
Guthrie
tidak sependapat dengan hukum frekuensi ini. Ia mengemukakn bahwa “
pola stimulus akan memperoleh asosiasi yang penuh kekuatan (full
strength) pada kejadian pertama terjadinya respon dari pasangan”.
Jadi menurut Guthrie belajar itu adalah merupakan hasil dari
kontiguitas antara stimulus dan respon, dan belajar merupakan hal
yang telah sempurna (the association is at full strength) setelah
adanya satu pasangan antara stimulus dan respon.
Movement-Product
Stimuli
Walaupun
Guthrie menerangkan kembali akan pendapatnya mengenai hukum
kontiguitas, namun ia akan merasa akan memberikan salah tafsir atau
salah interpretasi atau pikiran yang keliru bahwa the learned
association akan terpisah antara stimulus dari lingkungan dan overt
behavior. Misal kejadian di sekitar dan respon yang ditimbulkan
olehnya, kadang dipisahkan oleh waktu atau interval yang cukup lama.
Karena itu akan sulit dipikirkan bahwa keduanya sebagai keadaan yang
kontiguitas atau berdekatan.
Pendapat
Guthrie bahwa respon dapat menumbulkan stimuli untuk respon
berikutnya, sangat populer pada waktu ini dikalangan para ahli
psikologi belajar, dan dikenal dalam hal mata rantai (chaining).
Kalau pada Skinner mata rantai menekankan pada external stimuli yang
mempunyai secondary reinforcing, maka pada Guthrie menekankan pada
internal stimuli, sedangkan pada Hull merupakan kombinasi dari
Skinner dan Guthrie, yaitu kombinasi dari external dan internal
(chaining).
Latihan
Meningkatkan Performance
Berkaitan
dengan maslah ini Guthrie membedakan antara Acts dan Movements
merupakan simple muscles construction atau merupakn sekedar gerakan
otot-otot. Acts terbentuk dari beberapa movements. Acts biasanya
dikaitkan denga apa yang mereka lakukan atau selesaikan, perubahan
apa yang mereka lakukan terhadap lingkungan. Guthrie menjelaskan
tentang Acts misalnya mengetik surat, makan makanan, melempar bola,
membaca buku, menjual kendaraan.
Tetapi
pada belajar suatu act membutuhkan practice. Mengapa demikian? Karena
acts merupakan hasil akhir yang diperoleh dari berbagai keadaan dan
oleh movements-movements tersebut. Acts membutuhkan latihan, karena
acts membutuhan proper movements diasosiasikan dengan stimulusnya
sendiri. Sampai act yang sederhana sekalipun, missal menangkap tikus,
ini membutuhkan bermacam-macam movements menurut keadaan jarak, arah
serta posisi dari objek misalnya.
Guthrie
dan Horton bila dalam puzzle box situasinya bervariasi secara tidak
tertentu, maka perlu bagi kucing untuk membentuk banyak gerakan
(repertoire) dari movement untuk keluar yang khususnya yang cocok
dengan perbedaan yang spesifik dalam situasi tertentu. Dengan kata
lain, maka kucing itu perlu membentuk skill (keterampilan) dari pada
habit yhang stereotip. Tetapi skill itu dibentuk dari banyak habit
yang khusus. Reduksi waktu yang dikemukakan oleh Thorndike merupakan
suatu konsekuensi dari situasi yang bervariasi yang dihadapkan kepada
kucing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar