Rabu, 11 November 2015

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


Pendahuluan
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu masalah serius yang menghantui kehidupan berumah tangga. KDRT dapt menimpa siapa saja tidak memandang dari golongan/status sosial mana keluarga tersebut berasal. Jumlah kasus KDRT yang terjadi sangatlah banyak, berdasarkan informasi dari www.zamrudtv.com jumlah kasus KDRT menurut Komnas perlindungan perempuan pada tahun 2011 mencapai 110.468 kasus. Jumlah tersebut belum termasuk dengan kasus KDRT yang tidak terseteksi. Tingginya jumlah kasus KDRT dan adanya tren peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun memberikan suatu pekerjaan rumah bagi pemerintah maupun masyarakat untuk meminalisir angka keterjadian kasus KDRT. Disamping itu perlindungan dan pendampingan terhadap korban KDRT merupakan kewajiban bagi negara yang harus dilaksanakan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai KDRT dan solusinya.

Pembahasan
Berbagai pendapat, persepsi, dan definisi mengenai KDRT berkembang dalam masyarakat. Pada umumnya orang berpendapat bahwa KDRT adalah urusan intern keluarga dan rumah tangga. Anggapan ini telah membudaya bertahun, di kalangan masyarakat termasuk aparat penegak hukum. Jika seseorang (perempuan atau anak) disenggol di jalanan umum dan ia minta tolong, maka masyarakat termasuk aparat polisi akan segera menolong dia. Namun jika seseorang (perempuan dan anak) dipukuli sampai babak belur di dalam rumahnya, walau pun ia sudah berteriak minta tolong, orang segan menolong karena tidak mau mencampuri urusan rumahtangga orang lain.
Menurut UU Penghapusan KDRT, KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 Butir 1)
Dalam kenyataannya sebagian besar korban dari KDRT adalah perempuan, akan tetapi anak-anak dan suami juga merupakan obyek yang dapat mengalami KDRT meskipun persentasenya sangat kecil. Dalam UU Pengahapusan KDRT pasal 2 menyebutkan tentang siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga yaitu:
a. suami, istri, dan anak
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tanggadan menetap dalam rumah tangga.


Bentuk-Bentuk KDRT
Ada berbagai bentuk kekerasan yang mungkin dialami oleh anggota keluaga. Bentuk-bentuk kekerasan itu antara lain:
  1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan (seperti: memukul, menendang, dan lain-lain) yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.
  1. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam dihati istri.
  1. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.
  1. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.


Faktor Penyebab KDRT
KDRT dapat terjadi karena disebabkan oleh banyak faktor, baik itu faktor intern yaitu permasalahan yang timbul dalam rumah tangga itu sendiri maupun faktor eksternal seperti hadirnya pihak ketiga yang mengintervensi dalam kehidupan rumah tangga, budaya dan lingkungan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan KDRT:
1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
4) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
5) Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
6) Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
7) Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
8) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
9) Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
10) Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor dikarenakan dari masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait yang kurang mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga, sehingga data kasus tentang (KDRT) pun, banyak dikesampingkan ataupun dianggap masalah yang sepele. Masyarakat ataupun pihak yang tekait dengan KDRT, baru benar- benar bertindak jika kasus KDRT sampai menyebabkan korban baik fisik yang parah dan maupun kematian, itupun jika diliput oleh media massa. Banyak sekali kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT) yang tidak tertangani secara langsung dari pihak yang berwajib, bahkan kasus kasus KDRT yang kecil pun lebih banyak dipandang sebelah mata daripada kasus – kasus lainnya.
11) Masalah budaya, Masyarakat yang patriarkis ditandai dengan pembagian kekuasaan yang sangat jelas antara laki –laki dan perempuan dimana laki –laki mendominasi perempuan. Dominasi laki – laki berhubungan dengan evaluasi positif terhadap asertivitas dan agtresivitas laki – laki, yang menyulitkan untuk mendorong dijatuhkannya tindakan hukum terhadap pelakunnya. Selain itu juga pandangan bahwa cara yang digunakan orang tua untuk memperlakukan anak – anaknya , atau cara suami memperlakukan istrinya, sepenuhnya urusan mereka sendiri dapat mempengaruhi dampak timbulnya kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT).
12) Faktor Domestik Adanya anggapan bahwa aib keluarga jangan sampai diketahui oleh orang lain. Hal ini menyebabkan munculnya perasaan malu karena akan dianggap oleh lingkungan tidak mampu mengurus rumah tangga. Jadi rasa malu mengalahkan rasa sakit hati, masalah Domestik dalam keluarga bukan untuk diketahui oleh orang lain sehingga hal ini dapat berdampak semakin menguatkan dalam kasus KDRT.
Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadapap tingginya kasus KDRT karena kebanyakan masyarakat masih beranggapan bahwa masalah rumah tangga adalah masalah intern dan orang lain tidak berhak untuk mencampurinya. Sehingga banyak kasus yang terjadi tetangga sekitar hanya bisa menyaksikan tanpa bisa berbuat banyak.
Dampak KDRT
KDRT baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan dampak yang tidak baik bagi lingkungan keluarga, terutama bagi korban. Adapun dampak yang dapat ditimbulkan adalah:
  1. Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
  2. Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.


Solusi untuk mengatasi KDRT
KDRT sebenarnya bukanlah masalah yang tidak dapat diselesaikan, karena sebenarnya hal tersebut tergantung dari kesadaran dan kemauan dari berbagai elemen masyarakat untuk mulai lebih mengedepankan aspek komunikasi dalam menyelesaikan setiap masalah dalam rumah tangga. Pendidikan tentang HAM dan dampak dari tindak KDRT perlu untuk semakin ditingkatkan untuk dapat meningkatkatkan kesadaran masyrakat akan dampak dari KDRT sehingga diharapkan kasus-kasus KDRT dapat berkurang. Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya KDRT:
  1. Perlu adanya kesadaran bahwa KDRT bukan masalah individu tetapi maslah sosial dan tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum dan HAM.
  2. Peranan media masa sangatlah penting dalam mensosialisasikan tentang KDRT dan dampaknya serta konsekuensi apa yang harus diterima oleh pelaku KDRT.
  3. Mengkampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di media yang mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa, menghibur dan patut menerima penghargaan.
  4. Mendampingi korban dalam menyelesaikan persoalan (konseling) serta kemungkinan menempatkan dalam shelter (tempat penampungan) sehingga para korban akan lebih terpantau dan terlindungi serta konselor dapat dengan cepat membantu pemulihan secara psikis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar