Pembentukan
konsep diri pada setiap individu merupakan suatu proses yang panjang, yang
terbentuk dalam masa perkembangannya. Konsep diri ini terbentuk berdasarkan
persepsi seseorang terhadap sikap dari orang lain terhadap dirinya. Joan Rais
mengungkapkan bahwa konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi seseorang
mengenai sikap-sikap orang lain terhadap dirinya. Pada seorang anak, ia mulai
belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang telah ditentukan oleh
orang lain dalam lingkungannya, misalnya orang tuanya, gurunya ataupun
teman-temannya. Sehingga apabila seorang guru mengatakan secara terus menerus
pada seorang anak muridnya bahwa ia kurang mampu, maka lama kelamaan anak akan
mempunyai konsep diri semacam itu (Gunarsa, 2003).
Pada dasarnya konsep diri tersusun
atas tahapan-tahapan, yang paling dasar adalah konsep diri primer, di mana
konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya,
yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Pengalaman- pengalaman yang berbeda yang ia
terima melalui anggota rumah, dari orang tua, nenek, paman ataupun misalnya
saudara-saudara sekandung yang lainnya. Konsep tentang bagaimana dirinya banyak
bermula dari perbandingan antara dirinya dengan saudara-saudara yang lainnya.
Sedang konsep tentang bagaimana perannya, aspirasi- aspirasinya ataupun
tanggungjawabnya dalam kehidupan ini, banyak ditentukan atas dasar didikan
ataupun tekanan-tekanan yang datang dari orang tuanya. Setelah anak bertambah
besar, ia mempunyai hubungan yang lebih luas daripada hanya sekedar hubungan
dalam lingkungan keluarganya. Ia mempunyai lebih banyak teman, lebih banyak
kenalan dan sebagai akibatnya ia mempunyai lebih banyak pengalaman. Akhirnya
anak akan memperoleh konsep diri yang baru dan berbeda dari apa yang sudah
terbentuk dalam lingkungan rumahnya, dan menghasilkan suatu konsep diri
sekunder.
Konsep diri sekunder terbentuk banyak ditentukan
oleh bagaimana konsep diri primernya. Apabila konsep diri primer yang dipunyai
seseorang adalah bahwa ia tergolong sebagai orang yang pendiam, penurut, tidak
nakal atau tidak suka untuk mambuat suatu keributan-keributan, maka ia akan
cenderung pula memilih teman bermain yang sesuai dengan konsep diri yang sudah
dipunyainya itu dan teman- teman barunya itulah yang nantinya menunjang terbentuknya
konsep diri sekunder.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar