Konformitas
adalah tekanan
yang dirasakan seseorang untuk melakukan penyesuaian dengan aturan-aturan
ekplisit maupun implisit
dalam berbagai konteks bagaimana seseorang seharusnya atau sebaiknya
berperilaku. Aturan-aturan itu disebut
norma sosial yang terdiri dari dua tuntutan yaitu sebagai keharusan untuk
dilakukan disebut norma injungtif (injunctive
norms) dan norma deskriftif (descriftive
norms) sebagai himbauan bagaimana cara orang-orang berperilaku pada situasi
tertentu. Norma injungtif menentukan
perilaku apa yang harus dilakukan, perilaku mana yang diterima dan ditolak
sedangkan norma deskriftif memberitahukan mengenai perilaku apa yang paling
efektif dan adaptif pada situasi tertentu (Baron & Byrne, 2005).
Menurut
Siagian (1995) bahwa nilai konformitas berlangsung dua arah yang berarti satu
pihak bersedia meneriman adanya nilai-nilai hidup orang lain yang berbeda
dengan nilai sendiri, dan di sisi lain tidak memaksakan nilai sendiri kepada
orang lain, kesediaan memahami dan menerima nilai yang berbeda dan pendapat
yang berlainan merupakan salah satu segi kehidupan organisasional yang sangat
penting untuk
dikembangkan. Berry dkk (1999) menyampaikan
bahwa dalam masyarakat terdapat harapan umum terhadap anggota hendaknya mau
menurut (conform) terhadap norma
kelompok. Dalam keadaan tidak ada
perilaku mau menurut (manut) maka
keeratan (cohesiveness)akan menjadi
minimal sehingga kelompok tidak dapat melangsungkan fungsi-fungsi.
Faktor yang mempengaruhi konformitas
Menurut
Baron & Byrne (2005) mengatakan bahw faktor yang mempengaruhi konformitas
adalah :
a. Kohesivitas: derajat ketertarikan
yang dirasakan individu terhadap suatu
kelompok, ketika seseorang suka dan mengagumi suatu kelompok maka tekanan untuk
melakukan konformitas bertambah besar.
b. Ukuran kelompok: konformitas
cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran kelompok, semakin besar
ukuran kelompok maka semakin besar pula cenderungan untuk ikut serta.
c. Norma sosial deskriptif dan injungtif: norma yang
mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu dan
perilaku apa yang seharusnya dilakukan pada situasi tertentu
Selanjutnya
Baron & Byrne (2005) menambahkan bahwa dasar dari konformitas adalah:
a. Keinginan untuk disukai dan takut
penolakan: upaya disukai orang lain dengan cara tampil semirip mungkin dengan
orang lain. Disukai dan diterima orang
lain akan membantu untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain. Sumber konformitas itu disebut pengaruh
sosial normatif.
b. Keinginan untuk merasa benar: apa
yang diketahui dan dilakukan diharapkan terjadi kebenarannya secara sosial,
keinginan merasa benar dan selaras dengan kelompok perlu mendengar pendapat
orang lain. Sumber konformotas ini
disebut pengaruh sosial informasional.
c. Membenarkan konformitas:
menganggap penilaian kelompok lebih
benar dari pada penilaian pribadi sendiri dan dalam situasi seperti terjadi
perubahan persepsi untuk mengikuti kelompok.
Orang-orang ketika berada dalam
situasi tekanan kelompok menghadapi dua pilihan apakah mengikuti pikiran
kelompok dengan melepaskan pikiran pribadi atau melawan pikiran kelompok dengan
membuat penjelasan bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan. Pilihan akan lebih dipengaruhi oleh budaya yang
dianutnya, jika budayanya individualistik maka mereka akan melakukan
analisis rasional dan membuktikan bahwa hal tersebut tidak perlu
dilakukan. Sebaliknya bagi orang-orang
yang menganut budaya kolektivistik akan berusaha untuk menghindari
ketidaksetujuan dengan kelompok, dan pembenaran kognitif akan semakin
rendah. Menurut Berry (1999) bahwa
pandangan yang mendukung harapan kelompok, meyakini terhadap apa yang menjadi
penilaian kelompok walaupun bertentangan dengan pandangan persepsi diri
sendiri.
Status dan norma: Robbins (1996)
menunjukkan bahwa status seseorang dalam kelompok mempunyai pengaruh terhadap
kekuatan norma dan tekanan konformitas.
Orang-orang yang berstatus tinggi lebih mampu bertahan terhadap tekanan
konormitas dari pada yang lain dengan status lebih rendah. Orang yang berstatus tinggi dalam suatu
kelompok mendapat lebih banyak kebebasan untuk menyimpang dari norma yang berlaku dari
pada anggota lain. Penyimpangan ini
tidak sampai mengganggu terhadap pencapaian tujuan kelompok. Sedangkan norma merupakan standart perilaku
yang diakui, diterima dan digunakan bersama oleh seluruh anggota. Norma menjelaskan apa yang seharusnya dan
tidak boleh dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu.
Tahap-tahap tekanan
kelompok: Leavin (1992) mengutarakan bahwa tekanan kelompok akan terasa bila
seseorang anggota kelompok mempunyai persepsi
yang berbeda dengan kelompok, dalam hal ini kelompok mengharapkan dia
merubah persepsinya sehingga sesuai dengan pendapat kelompok. Kelompok akan mengajak bertukar pikiran
dengan harapan dapat kembali pada pendapat kelompok. Ketika kelompok mengetahui bahwa seseorang
memperlihatkan tidak ada perubahan untuk berbalik kepada pendapat kelompok,
maka kelompok akan mengingatkan penyimpang dengan cara yang ramah,
kekeluargaan, lemah lembut terhadapnya dan menyakinkan bahwa kelompok itu
berharga bagi seluruh anggotanya. Dan
apabila pendapatnya tetap tidak berubah maka kelompok akan memutuskan bahwa
mereka telah banyak membuang waktu dan masih menunggu dengan tanpa lemah lembut
serta muncullah tangan besi bahkan meyerang untuk mendapatkan kepatuhan. Dan terakhir jika masih tetap tidak sejalan
dengan pendapat kelompok maka kelompok akan meninggalkannya dan tidak mengakui
sebagai anggota kelompok lagi.
Oleh: Azis Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar