Sabtu, 28 November 2015

KONFORMITAS

Konformitas adalah tekanan yang dirasakan seseorang untuk melakukan penyesuaian dengan aturan-aturan ekplisit maupun implisit dalam berbagai konteks bagaimana seseorang seharusnya atau sebaiknya berperilaku.  Aturan-aturan itu disebut norma sosial yang terdiri dari dua tuntutan yaitu sebagai keharusan untuk dilakukan disebut norma injungtif (injunctive norms) dan norma deskriftif (descriftive norms) sebagai himbauan bagaimana cara orang-orang berperilaku pada situasi tertentu.  Norma injungtif menentukan perilaku apa yang harus dilakukan, perilaku mana yang diterima dan ditolak sedangkan norma deskriftif memberitahukan mengenai perilaku apa yang paling efektif dan adaptif pada situasi tertentu (Baron & Byrne, 2005).
   Menurut Siagian (1995) bahwa nilai konformitas berlangsung dua arah yang berarti satu pihak bersedia meneriman adanya nilai-nilai hidup orang lain yang berbeda dengan nilai sendiri, dan di sisi lain tidak memaksakan nilai sendiri kepada orang lain, kesediaan memahami dan menerima nilai yang berbeda dan pendapat yang berlainan merupakan salah satu segi kehidupan organisasional yang sangat penting untuk dikembangkan. Berry dkk (1999) menyampaikan bahwa dalam masyarakat terdapat harapan umum terhadap anggota hendaknya mau menurut  (conform)  terhadap norma kelompok.  Dalam keadaan tidak ada perilaku mau menurut (manut) maka keeratan (cohesiveness)akan menjadi minimal sehingga kelompok tidak dapat melangsungkan fungsi-fungsi.
Faktor yang mempengaruhi konformitas
        Menurut Baron & Byrne (2005) mengatakan bahw faktor yang mempengaruhi konformitas adalah :
a.       Kohesivitas: derajat ketertarikan yang dirasakan individu terhadap  suatu kelompok, ketika seseorang suka dan mengagumi suatu kelompok maka tekanan untuk melakukan konformitas bertambah besar.
b.      Ukuran kelompok: konformitas cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran kelompok, semakin besar ukuran kelompok maka semakin besar pula cenderungan untuk ikut serta.
c.       Norma sosial deskriptif dan injungtif: norma yang mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu dan perilaku apa yang seharusnya dilakukan pada situasi tertentu
Selanjutnya Baron & Byrne (2005) menambahkan bahwa dasar dari konformitas adalah:
a.       Keinginan untuk disukai dan takut penolakan: upaya disukai orang lain dengan cara tampil semirip mungkin dengan orang lain.  Disukai dan diterima orang lain akan membantu untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain.  Sumber konformitas itu disebut pengaruh sosial normatif.
b.      Keinginan untuk merasa benar: apa yang diketahui dan dilakukan diharapkan terjadi kebenarannya secara sosial, keinginan merasa benar dan selaras dengan kelompok perlu mendengar pendapat orang lain.  Sumber konformotas ini disebut pengaruh sosial informasional.
c.       Membenarkan konformitas: menganggap  penilaian kelompok lebih benar dari pada penilaian pribadi sendiri dan dalam situasi seperti terjadi perubahan persepsi untuk mengikuti kelompok.
Orang-orang ketika berada dalam situasi tekanan kelompok menghadapi dua pilihan apakah mengikuti pikiran kelompok dengan melepaskan pikiran pribadi atau melawan pikiran kelompok dengan membuat penjelasan bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan.  Pilihan akan lebih dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya,  jika budayanya individualistik maka mereka akan melakukan analisis rasional dan membuktikan bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan.  Sebaliknya bagi orang-orang yang menganut budaya kolektivistik akan berusaha untuk menghindari ketidaksetujuan dengan kelompok, dan pembenaran kognitif akan semakin rendah.  Menurut Berry (1999) bahwa pandangan yang mendukung harapan kelompok, meyakini terhadap apa yang menjadi penilaian kelompok walaupun bertentangan dengan pandangan persepsi diri sendiri.
Status dan norma: Robbins (1996) menunjukkan bahwa status seseorang dalam kelompok mempunyai pengaruh terhadap kekuatan norma dan tekanan konformitas.  Orang-orang yang berstatus tinggi lebih mampu bertahan terhadap tekanan konormitas dari pada yang lain dengan status lebih rendah.  Orang yang berstatus tinggi dalam suatu kelompok mendapat lebih banyak kebebasan untuk menyimpang dari norma yang berlaku dari pada anggota lain.  Penyimpangan ini tidak sampai mengganggu terhadap pencapaian tujuan kelompok.  Sedangkan norma merupakan standart perilaku yang diakui, diterima dan digunakan bersama oleh seluruh anggota.  Norma menjelaskan apa yang seharusnya dan tidak boleh dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu.
Tahap-tahap tekanan kelompok: Leavin (1992) mengutarakan bahwa tekanan kelompok akan terasa bila seseorang anggota kelompok mempunyai persepsi  yang berbeda dengan kelompok, dalam hal ini kelompok mengharapkan dia merubah persepsinya sehingga sesuai dengan pendapat kelompok.  Kelompok akan mengajak bertukar pikiran dengan harapan dapat kembali pada pendapat kelompok.   Ketika kelompok mengetahui bahwa seseorang memperlihatkan tidak ada perubahan untuk berbalik kepada pendapat kelompok, maka kelompok akan mengingatkan penyimpang dengan cara yang ramah, kekeluargaan, lemah lembut terhadapnya dan menyakinkan bahwa kelompok itu berharga bagi seluruh anggotanya.  Dan apabila pendapatnya tetap tidak berubah maka kelompok akan memutuskan bahwa mereka telah banyak membuang waktu dan masih menunggu dengan tanpa lemah lembut serta muncullah tangan besi bahkan meyerang untuk mendapatkan kepatuhan.  Dan terakhir jika masih tetap tidak sejalan dengan pendapat kelompok maka kelompok akan meninggalkannya dan tidak mengakui sebagai anggota kelompok lagi.

Oleh: Azis Abdullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar